Tentang Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com

Artikel : Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian
Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi termulia, pemuka para rosul. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya.

Artikel Tentang Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com


Alloh Subhanahu wa Ta'ala berkata :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian, dan bisa jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian, Alloh mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS.Al-Baqoroh: 216).

Dalam ayat ini ada beberapa hikmah dan rahasia serta maslahat untuk seorang hamba. Karena sesungguhnya jika seorang hamba tahu bahwa sesuatu yang dibenci itu terkadang membawa sesuatu yang disukai, sebagaimana yang disukai terkadang membawa sesuatu yang dibenci, iapun tidak akan merasa aman untuk tertimpa sesuatu yang mencelakakan menyertai sesuatu yang menyenangkan. Dan iapun tidak akan putus asa untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan menyertai sesuatu yang mencelakakan. Ia tidak tahu akibat suatu perkara, karena sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta'ala mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh hamba. Dan ini menumbuhkan pada diri hamba beberapa hal:

1. Bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada melakukan perintah Alloh Subhanahu wa Ta'ala, walaupun di awalnya terasa berat. Karena seluruh akibatnya adalah kebaikan dan menyenangkan, serta kenikmatan-kenikmatan dan kebahagiaan. Walaupun jiwanya benci, akan tetapi hal itu akan lebih baik dan bermanfaat. Demikian pula, tidak ada yang lebih mencelakakan dia daripada melakukan larangan, walaupun jiwanya cenderung dan condong kepadanya. Karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kejelekan, dan berbagai musibah.

Ciri khas orang yang berakal sehat, ia akan bersabar dengan penderitaan sesaat, yang akan berbuah kenikmatan yang besar dan kebaikan yang banyak. Dan ia akan menahan diri dari kenikmatan sesaat yang mengakibatkan kepedihan yang besar dan penderitaan yang berlarut-larut.

Adapun pandangan orang yang bodoh itu (dangkal), sehingga ia tidak akan melampaui permukaan dan tidak akan sampai kepada ujung akibatnya. Sementara orang yang berakal lagi cerdas akan senantiasa melihat kepada puncak akibat sesuatu yang berada di balik tirai permukaannya. Iapun akan melihat apa yang di balik tirai tersebut berupa akibat-akibat yang baik ataupun yang jelek. Sehingga ia memandang suatu larangan itu bagai makanan lezat yang telah tercampur dengan racun yang mematikan. Setiap kali kelezatannya menggodanya untuk memakannya, maka racunnya menghalanginya (untuk memakannya). Ia juga memandang perintah-perintah Alloh Subhanahu wa Ta'ala bagai obat yang pahit rasanya, namun mengantarkan kepada kesembuhan dan kesehatan. Maka, setiap kali kebenciannya terhadap rasa (pahit)nya menghalanginya untuk mengonsumsinya, manfaatnyapun akan memerintahkannya untuk mengkonsumsinya.

Akan tetapi, itu semua memerlukan ilmu yang lebih, yang dengannya ia akan mengetahui akibat dari sesuatu. Juga memerlukan kesabaran yang kuat, yang mengokohkan dirinya untuk memikul beban perjalanannya, demi mendapatkan apa yang dia harapkan di penghujung jalan. Kalau ia kehilangan ilmu yang yakin dan kesabaran maka ia akan terhambat dari memperolehnya. Tetapi bila ilmu yakinnya dan kesabarannya kuat, maka ringan baginya segala beban yang ia pikul dalam rangka memperoleh kebaikan yang langgeng dan kenikmatan yang abadi.

2. Di antara rahasia ayat ini bahwa ayat ini menghendaki seorang hamba untuk menyerahkan urusan kepada Dzat yang mengetahui akibat segala perkara serta ridho dengan apa yang Alloh Ta'ala pilihkan dan takdirkan untuknya, karena dia mengharapkan darNya akibat-akibat yang baik.

3. Bahwa seorang hamba tidak boleh memiliki suatu pandangan yang mendahului keputusan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, atau memilih sesuatu yang tidak Alloh Subhanahu wa Ta'ala pilih serta memohonNya sesuatu yang ia tidak mengetahuinya. Karena barangkali di situlah kecelakaan dan kebinasaannya, sementara ia tidak mengetahuinya. Sehingga janganlah ia memilih sesuatu mendahului pilihanNya. Bahkan semestinya ia memohon kepadaNya pilihanNya yang baik untuk dirinya serta memohonNya agar menjadikan dirinya ridho dengan pilihanNya. Karena tidak ada yang lebih bermanfaat untuknya daripada hal ini.

4. Bahwa bila seorang hamba menyerahkan urusan kepada Robbnya serta ridho dengan apa yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala pilihkan untuk dirinya, Alloh Subhanahu wa Ta'ala pun akan mengirimkan bantuanNya kepadanya untuk melakukan apa yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala pilihkan, berupa kekuatan dan tekad serta kesabaran. Juga, Alloh Subhanahu wa Ta'ala akan palingkan darinya segala yang memalingkannya darinya, di mana hal itu menjadi penghalang pilihan hamba tersebut untuk dirinya. Alloh Subhanahu wa Ta'ala pun akan memperlihatkan kepadanya akibat-akibat baik pilihanNya untuk dirinya, yang ia tidak akan mampu mencapainya walaupun sebagian dari apa yang dia lihat pada pilihannya untuk dirinya.

5. Di antara hikmah ayat ini, bahwa ayat ini membuat lega hamba dari berbagai pikiran yang meletihkan pada berbagai macam pilihan. Juga melegakan hatinya dari perhitungan-perhitungan dan rencana-rencananya, yang ia terus-menerus naik turun pada tebing-tebingnya. Namun demikian, iapun tidak mampu keluar atau lepas dari apa yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah taqdirkan. Seandainya ia ridho dengan pilihan Alloh Subhanahu wa Ta'ala maka takdir akan menghampirinya dalam keadaan ia terpuji dan tersyukuri serta terkasihi oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Bila tidak, maka taqdir tetap akan berjalan padanya dalam keadaan ia tercela dan tidak mendapatkan kasih sayangNya karena ia bersama pilihannya sendiri. Dan ketika seorang hamba tepat dalam menyerahkan urusan kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan ridhonya kepadaNya, ia akan diapit oleh kelembutanNya dan kasih sayangNya dalam menjalani taqdir ini. Sehingga ia berada di antara kelembutanNya dan kasih sayangNya. Kasih sayangNya melindunginya dari apa yang ia khawatirkan, dan kelembutanNya membuatnya merasa ringan dalam menjalani taqdirNya.

Bila taqdir itu terlaksana pada seorang hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk menolaknya. Sehingga bila demikian, tidak ada yang lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela memakan mayat.
By Andre and Nisa
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com
Like Me: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg

Renungan

Feedage Grade B rated