بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi termulia, pemuka para rosul. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya.
Artikel Tentang Amalan yang menyebabkan istiqomahnya hati
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com
Artikel Tentang Amalan yang menyebabkan istiqomahnya hati
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com
Bahwasannya istiqomah pada seorang hamba akan terwujud dengan keistiqomahan hati dan anggota tubuhnya, maka istiqomahnya hati dengan 2 bentuk, yaitu :
pertama, Hendaknya hamba meletakkan mahabbatulloh Ta'ala lebih dahulu disisinya atas semua kecintaan, maka ketika terjadi saling bertabrakan antara cinta kepada Alloh Ta'ala dan cinta kepada selainNya, hamba mendahulukan cinta kepada Alloh Ta'ala dari kecintaan pada selainnya, sebab cinta menuntut perkara yang demikian.
Dan betapa mudahnya pengakuan
Akan tetapi betapa sulitnya amalan
فعندالامتحان يكرم المرء أو يهان
" Disaat datang ujian itulah seseorang itu dimuliakan atau dihinakan "
Dan betapa sering hamba mendahulukan perkara-perkara yang ia dicintai yakni hawa nafsunya, tokoh idolanya, pemimpinnya, syaikhnya, keluarganya dari perkara-perkara yang dicintai oleh Alloh Ta'ala. Allohu Musta'an-maka sifat seperti ini belumlah mendahulukan kecintaan kepada Alloh Ta'ala di dalam hatinya dari semua kecintaan,oleh karena itu tidaklah pantas dia dikatakan orang yang memakmurkan mahabbah.
Adalah ketetapan Alloh Ta'ala pada orang yang urusannya demikian (cinta kepada Alloh Ta'ala) bahwa ia akan bersusah payah dalam menempuh kecintaan tersebut, bahwa ia akan menjumpai kesulitan demi kesulitan dalam menempuhnya, akan tetapi ia akan mendapatkan balasan berupa kemulian di hadapan makhluk atau kecintaan Alloh Ta'ala dengan sebab ia mendahulukan mahabbatulloh daripada hawa nafsunya.
kedua, Mengagungkan perintah dan larangan, sesungguhnya Alloh Ta'ala telah mencela orang yang tidak mengagungkanNya dan tidak pula mengagungkan perintahNya dan laranganNya.
Alloh Subhanahu wa Ta'ala mengatakan :
مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
" Tidakkah kalian orang-orang yang mengharapkan keagungan Alloh ? "(QS. Nuh : 13).
Dalam tafsir ayat tersebut Alloh Ta'ala mengatakan tidakkah kalian orang-orang yang takut keagungan Alloh Ta'ala?".
Hakikat mengagungkan perintah dan larangan
Betapa indahnya apa yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullohu Ta'ala berkaitan dengan mengagungkan perintah dan larangan Alloh Ta'ala :
" Janganlah dipertentangkan perintah dan larangan Alloh Ta'ala dengan alasannya orang-orang yang tidak beradab kepada Alloh Ta'ala, janganlah pula dipertentangkan dengan sikap kerasnya orang-orang yang lalai dan janganlah perintah dan larangan Alloh Ta'ala tersebut dibawa kepada suatu alasan yang menyebabkan hina ketundukan."
Makna dari perkataan beliau adalah bahwa tingakatan yang pertama yang harus ditempuh bagi hamba adalah mengagungkan Alloh Ta'ala yaitu mengagungkan perintahNya dan laranganNya, kenapa ?
Karena mukmin mengenal Robbnya dengan sebab adanya risalah yang dibawa oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wa salam kepada seluruh manusia, tentunya tuntutan dari risalah tersebut adalah ketundukan terhadap perintah Alloh Ta'ala dan ketundukan atas larangan Alloh Ta'ala, dan hanyasannya keberadaan yang demikian itu akan terwujud dengan bentuk mengagungkan perintah Alloh 'azza wa jalla dan ittiba' kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa salam serta menjauhi laranganNya.
Maka keberadaan pengagungan mukmin terhadap perintah Alloh Ta'ala dan larangan Alloh Ta'ala sebagai bukti atas pengagungan kepada Sang pemilik perintah dan larangan, nah tentunya pengagungan ini sesuai dengan kadar keimanan hamba, pembenaran hamba, kebenaran aqidahnya, sifat berlepas dirinya dari sifat kemunafikan dst.
Betapa banyak manusia dalam menunaikan perintah Alloh Ta'ala karena sebab pandangan makhluk, mencari kedudukan dan kehormatan disisi mereka demikian pula dalam menjahui larangan Alloh Ta'ala karena sebab takut kedudukannya jatuh di mata mereka ( dalam keadaan bersendirian dia berbuat maksiat akan tetapi ketika bersama orang lain dia berlagak alim-wal iyyadzubillah), takut mendapatkan hukuman dari akibat dosa yang mereka perbuat berupa ditegakkannya hukum hudud (seperti rajam, dera dst) dimana syari'at telah menetapkannya, maka semua ini bukanlah bentuk penunaian perintah dan meninggalkan larangan yang timbul dari pengagungan dan perintah dan larangan. nas'alulloha as salamah wal afiyah.
Tanda pengagungan perintah dan larangan
Senantiasa menjaga waktu-waktunya dan batasan-batasannya.
Senantiasa memeriksa rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan kesempurnaannya.
Senantiasa semangat untuk memperbaiki kekurangannya dalam pelaksanaan sesuai dengan waktunya.
Bergegas melaksanakannya disaat tiba waktu kewajibannya.
Sedih dan menyesal disaat hal itu telah luput darinya.
Mengagungkan perkara sholat
Sebagaimana sedihnya seseorang yang luput padanya sholat jama'ah, dia mengetahui seandainya diterima sholatnya yang sendirian sungguh telah luput darinya pahala 27 kali lipat.
Dikisahkan dalam kitab al kaba'ir bahwa Hatim al Ashom bercerita , bahwa sekali saja aku tidak mengerjakan sholat berjama'ah , lalu Abu Ishaq Al Bukhori mendatangiku dalam rangka berta'ziah, hanya dia saja sendirian, padahal seandainya salah satu anakku meninggal , pastilah lebih dari sepuluh ribu orang akan berta'ziah kerumahku,begitulah kebanyakan manusia menganggap bahwa musibah dunia itu lebih ringan dari musibah agama".
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu 'anhu berkata :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى
وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّيْ هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا
مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
" Barangsiapa yang ingin bergembira menemui Alloh besok dalam keadaan muslim, maka jagalah sholat-sholat itu tatkala dikumandangkan. Karena Alloh telah mensyari’atkan sunanul huda (jalan-jalan petunjuk) bagi Nabi kalian -Shollallohu ‘alaihi wasallam-, dan sesungguhnya dia (sholat-sholat wajib) itu merupakan sunanul huda (jalan-jalan petunjuk). Andaikan kalian sholat (fardhu) di rumah kalian sebagaimana orang (munafiq) yang tinggal di rumahnya, maka kalian telah meninggalkan sunnah (petunjuk) Nabi kalian. Andaikan kalian meninggalkan petunjuk Nabi kalian, maka kalian akan sesat. Tak ada seorang pun yang bersuci, lalu ia memperbaiki bersucinya, kemudian ia ke masjid di antara masjid-masjid, melainkan Alloh akan tuliskan kebaikan bagi setiap langkah yang ia ayunkan, Dia (Alloh) akan mengangkat derajat orang itu dengannya, dan menghapus dosanya dengannya. Kami telah menyaksikan orang-orang diantara kami, tak ada yang tertinggal dari sholat jama’ah, kecuali orang munafiq yang nyata kemunafiqannya. Sungguh ada seorang laki-laki didatangkan sambil dipapah diantara dua orang sampai ia ditegakkan dalam shof” .(HR.Muslim dalam Kitab Al-Masajid wa Mawadhi' Ash-Sholah(654), dan Ibnu Majah dalam Kitab Al-Masajid wa Al-Jama'at (777)).
Jadi, Sholat jama’ah merupakan ciri khas seorang mukmin, tidak ada yang meninggalkannya, kecuali orang-orang munafiq yang dikuasai oleh syaithon.
Nabi Shollallohu alaihi wa sallam berkata:
“Tidaklah tiga orang dalam suatu kampung dan pedalaman, yang tidak ditegakkan diantara mereka sholat, kecuali syaithon akan menguasai mereka. Lazimilah (sholat) jama’ah, karena serigala akan memangsa kambing yang jauh (sendirian)”. (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (547), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (847). Di hasankan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (5577)).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahulloh berkata : “Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40 tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyab berada di dalam masjid”. (Lihat Tahdzib At-Tahdzib (4/87))
Apa yang diceritakan Al-Hafizh, juga telah diakui sendiri oleh Sa’id ibnul Musayyab rohimahulloh tatkala beliau berkata, “Aku tak pernah mendengarkan adzan di tengah keluargaku sejak 30 tahun”. (Lihat Ath Thobaqot Al-Kubro (5/131) karya Ibnu Sa’d).
Adat kebiasaan yang mulia seperti ini bukan hanya dilakukan oleh Sa’id ibnul Musayyab, akan tetapi juga dilakukan oleh para pendahulu yang sholih lainnya. Abul Asy’Ats Robi’ah bin Yazid Ad-Dimasyqiy rohimahulloh berkata, “Muadzin tidak pernah mengumandangkan adzan shubuh sejak 40 tahun, kecuali aku berada di masjid; kecuali aku sakit atau musafir”.(LihatRiyadh An-Nufus(1/84)).
Al Qodhi Taqiyyuddin Sulaiman rohimahulloh berkata : “Aku tak pernah melaksanakan sholat dalam keadaan sendirian sama sekali, kecuali dua kali saja. Seakan-akan aku tidak melaksanakan sholat itu sama sekali”.(Lihat Dzail Thobaqot Al-Hanabilah (2/365).
Waqi’ ibnul Jarroh Ar-Ru’asiy rohimahulloh berkata :“Dulu Al-A’masy hampir 70 tahun tak pernah luput dari takbir pertama” (Lihat As-Siyar (6/228)).
Demikian pula apabila luput padanya awal waktu dimana hali itu merupakan keridho'an Alloh Ta'ala atau luput padanya shof pertama dimana Alloh ta'ala dan para malaikat akan bersholawat kepadanya, tentunya seandainya hamba itu mengetahui keutamaan shof pertama dia akan berkelahi atau bahkan mengundi.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu 'anhu, Rosululloh Shollallohu 'alaihi wassalam berkata :
"Andaikan orang-orang mengetahui pahala dalam adzan dan shof pertama, kemudian untuk mendapatkan itu harus berundi, pasti mereka akan berundi, dan andaikan mereka mengetahui pahala datang lebih dahulu untuk sholat berjama'ah, pasti mereka akan berlomba (untuk mendapatkannya), dan andaikan mereka mengetahui pahala (dalam) sholat 'Isya' dan Shubuh (berjama'ah di masjid) pasti mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangka-rangkak."(Muttafaqun 'Alaih).
Demikian pula luputnya khusyu' di dala sholat dan hadirnya hati di dalam sholat di hadapan Robb Tabaroka wa Ta'ala dimana khusyu' dan hadirnya hati di dalam sholat merupakan ruhnya sholat dan intisarinya sholat, maka sholat tanpa khusyu' dan tanpa hadirnya hati seperti seperti bangkai tanpai ruh didalamnya.
Maka apakah hamba tidak merasa malu menghadiahkan bangkai ke hadapan Robbnya Yang Maha Agung, bagaimana persangkaan kalian seandainya ada seseorang menghadiahkan bangkai kepada raja ?!
Kalau begitu akankah sholat kita diterima...?
pertama, Hendaknya hamba meletakkan mahabbatulloh Ta'ala lebih dahulu disisinya atas semua kecintaan, maka ketika terjadi saling bertabrakan antara cinta kepada Alloh Ta'ala dan cinta kepada selainNya, hamba mendahulukan cinta kepada Alloh Ta'ala dari kecintaan pada selainnya, sebab cinta menuntut perkara yang demikian.
Dan betapa mudahnya pengakuan
Akan tetapi betapa sulitnya amalan
فعندالامتحان يكرم المرء أو يهان
" Disaat datang ujian itulah seseorang itu dimuliakan atau dihinakan "
Dan betapa sering hamba mendahulukan perkara-perkara yang ia dicintai yakni hawa nafsunya, tokoh idolanya, pemimpinnya, syaikhnya, keluarganya dari perkara-perkara yang dicintai oleh Alloh Ta'ala. Allohu Musta'an-maka sifat seperti ini belumlah mendahulukan kecintaan kepada Alloh Ta'ala di dalam hatinya dari semua kecintaan,oleh karena itu tidaklah pantas dia dikatakan orang yang memakmurkan mahabbah.
Adalah ketetapan Alloh Ta'ala pada orang yang urusannya demikian (cinta kepada Alloh Ta'ala) bahwa ia akan bersusah payah dalam menempuh kecintaan tersebut, bahwa ia akan menjumpai kesulitan demi kesulitan dalam menempuhnya, akan tetapi ia akan mendapatkan balasan berupa kemulian di hadapan makhluk atau kecintaan Alloh Ta'ala dengan sebab ia mendahulukan mahabbatulloh daripada hawa nafsunya.
kedua, Mengagungkan perintah dan larangan, sesungguhnya Alloh Ta'ala telah mencela orang yang tidak mengagungkanNya dan tidak pula mengagungkan perintahNya dan laranganNya.
Alloh Subhanahu wa Ta'ala mengatakan :
مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
" Tidakkah kalian orang-orang yang mengharapkan keagungan Alloh ? "(QS. Nuh : 13).
Dalam tafsir ayat tersebut Alloh Ta'ala mengatakan tidakkah kalian orang-orang yang takut keagungan Alloh Ta'ala?".
Hakikat mengagungkan perintah dan larangan
Betapa indahnya apa yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullohu Ta'ala berkaitan dengan mengagungkan perintah dan larangan Alloh Ta'ala :
" Janganlah dipertentangkan perintah dan larangan Alloh Ta'ala dengan alasannya orang-orang yang tidak beradab kepada Alloh Ta'ala, janganlah pula dipertentangkan dengan sikap kerasnya orang-orang yang lalai dan janganlah perintah dan larangan Alloh Ta'ala tersebut dibawa kepada suatu alasan yang menyebabkan hina ketundukan."
Makna dari perkataan beliau adalah bahwa tingakatan yang pertama yang harus ditempuh bagi hamba adalah mengagungkan Alloh Ta'ala yaitu mengagungkan perintahNya dan laranganNya, kenapa ?
Karena mukmin mengenal Robbnya dengan sebab adanya risalah yang dibawa oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wa salam kepada seluruh manusia, tentunya tuntutan dari risalah tersebut adalah ketundukan terhadap perintah Alloh Ta'ala dan ketundukan atas larangan Alloh Ta'ala, dan hanyasannya keberadaan yang demikian itu akan terwujud dengan bentuk mengagungkan perintah Alloh 'azza wa jalla dan ittiba' kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa salam serta menjauhi laranganNya.
Maka keberadaan pengagungan mukmin terhadap perintah Alloh Ta'ala dan larangan Alloh Ta'ala sebagai bukti atas pengagungan kepada Sang pemilik perintah dan larangan, nah tentunya pengagungan ini sesuai dengan kadar keimanan hamba, pembenaran hamba, kebenaran aqidahnya, sifat berlepas dirinya dari sifat kemunafikan dst.
Betapa banyak manusia dalam menunaikan perintah Alloh Ta'ala karena sebab pandangan makhluk, mencari kedudukan dan kehormatan disisi mereka demikian pula dalam menjahui larangan Alloh Ta'ala karena sebab takut kedudukannya jatuh di mata mereka ( dalam keadaan bersendirian dia berbuat maksiat akan tetapi ketika bersama orang lain dia berlagak alim-wal iyyadzubillah), takut mendapatkan hukuman dari akibat dosa yang mereka perbuat berupa ditegakkannya hukum hudud (seperti rajam, dera dst) dimana syari'at telah menetapkannya, maka semua ini bukanlah bentuk penunaian perintah dan meninggalkan larangan yang timbul dari pengagungan dan perintah dan larangan. nas'alulloha as salamah wal afiyah.
Tanda pengagungan perintah dan larangan
Senantiasa menjaga waktu-waktunya dan batasan-batasannya.
Senantiasa memeriksa rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan kesempurnaannya.
Senantiasa semangat untuk memperbaiki kekurangannya dalam pelaksanaan sesuai dengan waktunya.
Bergegas melaksanakannya disaat tiba waktu kewajibannya.
Sedih dan menyesal disaat hal itu telah luput darinya.
Mengagungkan perkara sholat
Sebagaimana sedihnya seseorang yang luput padanya sholat jama'ah, dia mengetahui seandainya diterima sholatnya yang sendirian sungguh telah luput darinya pahala 27 kali lipat.
Dikisahkan dalam kitab al kaba'ir bahwa Hatim al Ashom bercerita , bahwa sekali saja aku tidak mengerjakan sholat berjama'ah , lalu Abu Ishaq Al Bukhori mendatangiku dalam rangka berta'ziah, hanya dia saja sendirian, padahal seandainya salah satu anakku meninggal , pastilah lebih dari sepuluh ribu orang akan berta'ziah kerumahku,begitulah kebanyakan manusia menganggap bahwa musibah dunia itu lebih ringan dari musibah agama".
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu 'anhu berkata :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى
وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّيْ هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا
مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
" Barangsiapa yang ingin bergembira menemui Alloh besok dalam keadaan muslim, maka jagalah sholat-sholat itu tatkala dikumandangkan. Karena Alloh telah mensyari’atkan sunanul huda (jalan-jalan petunjuk) bagi Nabi kalian -Shollallohu ‘alaihi wasallam-, dan sesungguhnya dia (sholat-sholat wajib) itu merupakan sunanul huda (jalan-jalan petunjuk). Andaikan kalian sholat (fardhu) di rumah kalian sebagaimana orang (munafiq) yang tinggal di rumahnya, maka kalian telah meninggalkan sunnah (petunjuk) Nabi kalian. Andaikan kalian meninggalkan petunjuk Nabi kalian, maka kalian akan sesat. Tak ada seorang pun yang bersuci, lalu ia memperbaiki bersucinya, kemudian ia ke masjid di antara masjid-masjid, melainkan Alloh akan tuliskan kebaikan bagi setiap langkah yang ia ayunkan, Dia (Alloh) akan mengangkat derajat orang itu dengannya, dan menghapus dosanya dengannya. Kami telah menyaksikan orang-orang diantara kami, tak ada yang tertinggal dari sholat jama’ah, kecuali orang munafiq yang nyata kemunafiqannya. Sungguh ada seorang laki-laki didatangkan sambil dipapah diantara dua orang sampai ia ditegakkan dalam shof” .(HR.Muslim dalam Kitab Al-Masajid wa Mawadhi' Ash-Sholah(654), dan Ibnu Majah dalam Kitab Al-Masajid wa Al-Jama'at (777)).
Jadi, Sholat jama’ah merupakan ciri khas seorang mukmin, tidak ada yang meninggalkannya, kecuali orang-orang munafiq yang dikuasai oleh syaithon.
Nabi Shollallohu alaihi wa sallam berkata:
“Tidaklah tiga orang dalam suatu kampung dan pedalaman, yang tidak ditegakkan diantara mereka sholat, kecuali syaithon akan menguasai mereka. Lazimilah (sholat) jama’ah, karena serigala akan memangsa kambing yang jauh (sendirian)”. (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (547), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (847). Di hasankan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (5577)).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahulloh berkata : “Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40 tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyab berada di dalam masjid”. (Lihat Tahdzib At-Tahdzib (4/87))
Apa yang diceritakan Al-Hafizh, juga telah diakui sendiri oleh Sa’id ibnul Musayyab rohimahulloh tatkala beliau berkata, “Aku tak pernah mendengarkan adzan di tengah keluargaku sejak 30 tahun”. (Lihat Ath Thobaqot Al-Kubro (5/131) karya Ibnu Sa’d).
Adat kebiasaan yang mulia seperti ini bukan hanya dilakukan oleh Sa’id ibnul Musayyab, akan tetapi juga dilakukan oleh para pendahulu yang sholih lainnya. Abul Asy’Ats Robi’ah bin Yazid Ad-Dimasyqiy rohimahulloh berkata, “Muadzin tidak pernah mengumandangkan adzan shubuh sejak 40 tahun, kecuali aku berada di masjid; kecuali aku sakit atau musafir”.(LihatRiyadh An-Nufus(1/84)).
Al Qodhi Taqiyyuddin Sulaiman rohimahulloh berkata : “Aku tak pernah melaksanakan sholat dalam keadaan sendirian sama sekali, kecuali dua kali saja. Seakan-akan aku tidak melaksanakan sholat itu sama sekali”.(Lihat Dzail Thobaqot Al-Hanabilah (2/365).
Waqi’ ibnul Jarroh Ar-Ru’asiy rohimahulloh berkata :“Dulu Al-A’masy hampir 70 tahun tak pernah luput dari takbir pertama” (Lihat As-Siyar (6/228)).
Demikian pula apabila luput padanya awal waktu dimana hali itu merupakan keridho'an Alloh Ta'ala atau luput padanya shof pertama dimana Alloh ta'ala dan para malaikat akan bersholawat kepadanya, tentunya seandainya hamba itu mengetahui keutamaan shof pertama dia akan berkelahi atau bahkan mengundi.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu 'anhu, Rosululloh Shollallohu 'alaihi wassalam berkata :
"Andaikan orang-orang mengetahui pahala dalam adzan dan shof pertama, kemudian untuk mendapatkan itu harus berundi, pasti mereka akan berundi, dan andaikan mereka mengetahui pahala datang lebih dahulu untuk sholat berjama'ah, pasti mereka akan berlomba (untuk mendapatkannya), dan andaikan mereka mengetahui pahala (dalam) sholat 'Isya' dan Shubuh (berjama'ah di masjid) pasti mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangka-rangkak."(Muttafaqun 'Alaih).
Demikian pula luputnya khusyu' di dala sholat dan hadirnya hati di dalam sholat di hadapan Robb Tabaroka wa Ta'ala dimana khusyu' dan hadirnya hati di dalam sholat merupakan ruhnya sholat dan intisarinya sholat, maka sholat tanpa khusyu' dan tanpa hadirnya hati seperti seperti bangkai tanpai ruh didalamnya.
Maka apakah hamba tidak merasa malu menghadiahkan bangkai ke hadapan Robbnya Yang Maha Agung, bagaimana persangkaan kalian seandainya ada seseorang menghadiahkan bangkai kepada raja ?!
Kalau begitu akankah sholat kita diterima...?
By Andre and Nisa
http://obat-penyejuk-hati.blogspot.com